Category ""
-
Pandangan Masyarakat Dayak tentang Alam dan Dinamikanya Hingga Kini
Alam sebagai Rumah Bersama Di Kalimantan, cara pandang Dayak terhadap alam - hutan, sungai, tanah, langit - bukan sekadar ekologi, melainkan ontologi: alam adalah rumah kosmis tempat manusia, leluhur, dan Sang Pencipta saling berelasi. Di tengah krisis iklim dan erosi keanekaragaman hayati global, cara pandang ini relevan karena menempatkan alam sebagai subjek moral - bukan objek eksploitasi. Lintasan sejarah kolonialisme, konsesi kayu dan tambang, ekspansi sawit, serta proyek infrastruktur modern telah mengubah intensitas relasi . . .
Petani Tidak Bebas Menanam: Strategi Monsanto dan Pertaruhan Kedaulatan Benih Dunia
“Siapa yang menguasai benih, ia menguasai kehidupan.” Ungkapan ini semakin relevan ketika kita melihat strategi korporasi raksasa seperti Monsanto (kini bagian dari Bayer) dalam mengendalikan pasar benih dunia. Benih yang selama ribuan tahun diwariskan, disimpan, dan ditukar secara bebas oleh petani, kini dipagari oleh paten, kontrak, dan aturan hukum yang mengekang. Di balik slogan “kemajuan teknologi pertanian,” tersimpan agenda monopoli. Petani bukan lagi subjek yang merdeka, melainkan sekadar pengguna . . .
PLATFORM AGROEKOLOGI: RUMAH BESAR KEDAULATAN PANGAN KALIMANTAN
Oleh Sani Lake Kalimantan hari ini berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, hutan, tanah, dan airnya menyimpan sumber kehidupan yang tak ternilai. Di sisi lain, gempuran tambang batubara, perkebunan sawit, food estate, dan proyek ekstraktif telah menekan ruang hidup masyarakat adat dan petani. Dalam situasi krisis iklim dan krisis pangan global, muncul pertanyaan mendasar: bagaimana rakyat Kalimantan dapat mempertahankan haknya atas pangan sehat, tanah, dan lingkungan hidup yang berkelanjutan? Jawabannya bisa kita temukan . . .
RESENSI BUKU: KODRAT ALAM – VANDANA SHIVA
By Kirana Esel Di tengah gelombang krisis iklim, kepunahan keanekaragaman hayati, dan kerentanan pangan global, Vandana Shiva kembali menegaskan suaranya melalui buku "Kodrat Alam". Sebagai fisikawan, filsuf, sekaligus aktivis ekofeminis, Shiva membongkar akar persoalan ekologi kontemporer: bukan manusia secara umum yang menjadi biang kerusakan, melainkan segelintir korporasi global dan miliarder yang mengendalikan teknologi, energi, serta pangan dunia [1]. Shiva memperkenalkan istilah gangguan metabolik perubahan . . .
Sidebar