PENTINGNYA DEMOKRASI INKLUSIF DAN PERLINDUNGAN RUANG SIPIL BAGI PEREMPUAN, ANAK DAN KOMUNITAS ADAT

 

By KIrana Esel

Kalimantan Tengah merupakan salah satu wilayah dengan keanekaragaman hayati dan budaya yang kaya, namun sekaligus menjadi lokasi dengan dinamika politik, ekonomi, dan sosial yang kompleks. Ekspansi perkebunan kelapa sawit, tambang batubara, proyek food estate, hingga pembangunan infrastruktur strategis telah mengubah wajah lanskap hutan, lahan, dan kehidupan komunitas adat Dayak. Dalam konteks ini, demokrasi sering kali berjalan pincang: ruang sipil menyempit, suara masyarakat adat terpinggirkan, sementara perempuan dan anak menjadi kelompok paling rentan.

Demokrasi di Indonesia, termasuk di Kalimantan Tengah, sering dipahami sebatas pada aspek elektoral. Namun, demokrasi yang sejati adalah demokrasi inklusif—demokrasi yang membuka ruang partisipasi setara bagi seluruh warga tanpa terkecuali, termasuk perempuan, anak, dan komunitas adat. Inklusivitas berarti memastikan suara kelompok marginal tidak hanya didengar, tetapi juga berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan.

Salah satu ancaman serius demokrasi di Indonesia adalah shrinking civic space atau penyempitan ruang sipil. Fenomena ini terlihat jelas di Kalimantan Tengah: kriminalisasi aktivis dan masyarakat adat, represi terhadap demonstrasi damai, serta ancaman digital terhadap media independen lokal yang berupaya memberitakan konflik agraria dan lingkungan.

Perempuan adat di Kalimantan Tengah sering kali berada di garis depan perjuangan melawan perampasan tanah, deforestasi, dan pencemaran lingkungan. Namun, suara mereka jarang mendapat ruang di forum resmi. Selain menghadapi diskriminasi gender, mereka juga mengalami represi berlapis ketika memperjuangkan hak komunitasnya.

Ada setidaknya lima alasan mengapa demokrasi inklusif sangat penting bagi perempuan, anak, dan komunitas adat di Kalimantan Tengah: mencegah diskriminasi struktural, memastikan keadilan ekologis, menguatkan perlindungan anak, meningkatkan kualitas kebijakan publik, dan meneguhkan demokrasi substantif.

Perlindungan ruang sipil tidak bisa hanya bersifat reaktif, tetapi harus proaktif dan sistematis. Beberapa langkah strategis yang penting: penguatan kapasitas digital security, penerapan strategi non-kekerasan (Unarmed Civilian Protection/UCP), Dana Cepat Darurat (DCTD), solidaritas lintas komunitas, serta kampanye media dan seni budaya.

Membangun demokrasi inklusif dan melindungi ruang sipil di Kalimantan Tengah bukanlah pekerjaan mudah. Tantangan datang dari politik ekonomi global, dominasi korporasi besar, serta minimnya perlindungan hukum bagi masyarakat adat. Namun, gerakan perempuan adat, jaringan pemuda, dan solidaritas lintas daerah menghadirkan harapan.

Demokrasi inklusif dan perlindungan ruang sipil bukan sekadar jargon politik, melainkan kebutuhan mendesak bagi masyarakat Kalimantan Tengah. Tanpa inklusi, perempuan, anak, dan komunitas adat akan terus terpinggirkan. Tanpa ruang sipil yang terbuka, demokrasi hanya tinggal prosedur kosong tanpa substansi. Dengan memperkuat demokrasi inklusif, Kalimantan Tengah menjaga martabat kemanusiaan dan masa depan anak cucu.

Referensi:

  • Amnesty International. (2023). Shrinking Civic Space in Indonesia. Laporan Tahunan.
  • Wahyudi, J. (2022). Demokrasi Inklusif dan Partisipasi Masyarakat Adat. Jurnal Politik Lokal.
  • Walhi Kalimantan Tengah. (2023). Catatan Akhir Tahun: Konflik Agraria dan Ekologi di Kalimantan Tengah.
  • UN Women. (2021). Perempuan Adat dan Perlindungan Hak-Hak Mereka di Asia Tenggara.
  • JPIC Kalimantan. (2024). Advokasi HAM, Pangan, dan Lingkungan di Kalimantan Tengah. Laporan Program.