Masyarakat Adat Adalah Data yang Terhapu
Klik Untuk Lebih Jelas : Masyarakat Adat Adalah Data yang Terhapu
Klik Untuk Lebih Jelas : Masyarakat Adat Adalah Data yang Terhapu
Klik Untuk Lebih Jelas : Masyarakat Adat Adalah Data yang Terhapu
Klik Untuk Lebih Jelas : Masyarakat Adat Adalah Data yang Terhapu
Suara MA di Era Digitalisasi
Oleh: Kirana Esel
Dunia yang Tak Mencatat Masyarakat Adat
Di era ketika dunia dikendalikan oleh data, kecerdasan buatan (AI), dan algoritma prediktif, masyarakat adat nyaris tak terlihat. Data adalah bahasa kekuasaan baru. Mereka yang tak tercatat, dianggap tak ada. Mereka yang tak punya jejak digital, dianggap tak punya masa depan. Di sinilah letak persoalan besar bagi masyarakat adat, khususnya masyarakat Dayak di Kalimantan.
Tema Hari Masyarakat Adat Internasional 2025 yang diangkat PBB, "Indigenous Peoples and Artificial Intelligence (AI): Defending Rights, Shaping Futures", menggarisbawahi pentingnya peran serta masyarakat adat dalam membentuk masa depan teknologi. Namun bagi Masyarakat Adat yang hidup di batas hutan dan sistem, bagaimana mungkin bisa membentuk masa depan, jika hari ini pun Masyarakat Adat tidak dianggap ada?
Babak Baru: Penghapusan Digital
Di banyak peta digital, wilayah-wilayah adat tak diakui. Nama kampung Masyarakat Adat tidak ada di Google Maps. Hutan adat yang telah dijaga berabad-abad, disebut “lahan kosong” oleh proyek Food Estate. Tanah yang menjadi sumber hidup justru ditandai sebagai “cadangan pembangunan” oleh proyek-proyek nasional. Di dalam basis data kebijakan negara, tanah adat adalah ruang untuk diambil-alih, bukan ruang yang hidup.
Dalam sistem-sistem AI yang digunakan oleh pemerintah dan korporasi—untuk perencanaan ruang, evaluasi iklim, bahkan prediksi pangan—pengetahuan lokal masyarakat adat tidak pernah menjadi parameter. Ini bukan sekadar penghapusan, tetapi bentuk kekerasan digital: membiarkan sebagian umat manusia dihapus dari narasi masa depan.
Teknologi Tanpa Etika: Siapa Diuntungkan?
AI bekerja berdasarkan data yang tersedia. Jika data kita tidak ada, maka kita tidak termasuk dalam kebijakan. Ini menciptakan ketimpangan pengetahuan dan kekuasaan. Yang punya akses pada teknologi, bisa mendefinisikan siapa yang penting dan siapa yang bisa diabaikan.
Lebih berbahaya lagi, AI kini digunakan untuk mempercepat proyek-proyek skala besar seperti Food Estate, industri ekstraktif, hingga pembangunan IKN, yang kerap menggusur masyarakat adat dan menjadikan mereka ornamen tanpa suara.
Masyarakat Adat Punya Pengetahuan, Tapi Tidak Dianggap Data
Di ladang-ladang milik petani Dayak, terdapat sistem kalender tanam yang diwariskan secara turun temurun. Di hutan, ada pola pemanfaatan rotasi, larangan, dan pantangan berburu yang menjaga keseimbangan ekologis. Pengetahuan ini tidak dicatat dalam jurnal ilmiah, tapi disimpan dalam cerita, ritual, dan laku hidup.
Sayangnya, sistem pengetahuan ini tidak pernah dianggap sebagai “data”. Pemerintah dan korporasi lebih percaya pada peta topografi dan analisa drone ketimbang suara penjaga hutan.
Antara Teknologi dan Harapan
Tentu masyarakat adat tidak menolak teknologi. Masyarakat Adat pun ingin masa depan yang layak. Tapi bukan teknologi yang menghapus Masyarakat Adat. Masyarakat Adat butuh AI yang berpihak—yang menghargai pengetahuan lokal, yang mencatat keberadaan Masyarakat Adat, yang mengintegrasikan suara Masyarakat Adat dalam pengambilan keputusan.
Seruan dari Kalimantan: Jangan Digitalisasi Ketimpangan
Hari ini, dari kampung di tengah Kalimantan, Masyarakat Adat terus beesuara:
- Digitalisasi tidak boleh memperluas ketimpangan.
- Kecerdasan buatan harus dilandasi kecerdasan kultural.
- Pembangunan harus menempatkan masyarakat adat sebagai pusat, bukan korban.
Masyarakat adat bukan masa lalu yang romantik. Masyarakat Adat adalah masa kini yang bertahan. Dan Masyarakat Adat juga ingin masa depan—bukan hanya sebagai simbol, tetapi sebagai pemilik pengetahuan, sebagai penjaga bumi, dan sebagai warga dunia yang setara.
Dari Hutan ke Server Dunia
Suara Masyarakat Adat memang tidak sering terdengar di ruang parlemen atau algoritma media sosial. Tapi Masyarakat Adat bersuara. Masyarakat Adat terus menanam, menjaga, dan merawat bumi. Masyarakat Adat punya cerita yang tidak ditulis dalam database, tapi hidup di nadi-nadi sungai dan akar-akar pohon.
Masyarakat Adat bukan data yang hilang.
Masyarakat Adat adalah data yang sengaja dihapus.
Dan Masyarakat Adat menolak dilupakan.