PENEGAKAN HUKUM ATAS KEJAHATAN KORPORASI DI SEKTOR KEHUTANAN, PERKEBUNAN DAN PERTAMBANGAN

 

Palangka Raya, 6 Juni 2020 – Penegakan hukum merupakan salah satu langkah yang perlu dilakukan kepada pelanggaran atas aturan. Penegakan hukum yang dijalankan selama ini cenderung mengambil porsi kepada tindakan yang kurang menyentuh keadilan. Misalnya penegakan hukum atas perjuangan memperhankan hak atas lahan dari perusahaan.

Hal itu diungkap pada serial webinar yang dilaksanakan oleh Justice, Peace, and Integrity of Creation (JPIC) Kalimantan bersama Yayasan Pusaka Bentala Rakyat di Palangkaraya, Sabtu (6/6/2020). Hadir sebagai pemateri dalam seminar daring itu, Direktur Walhi Kalteng Dimas Novian Hartono, Komisioner Komisi Nasional Perempuan Siti Aminah Tardi, dan Koordinator JATAM Nasional Merah Johansyah. Kali ini mereka membahas tema Penegakan Hukum atas Kejahatan Korporasidi Sektor Kehutanan, Perkebunan, dan Pertambangan.

Untuk memantik diskusi, Diman Novian Hartono mengungkapkan, di Kalimantan Tengah konflik dipicu oleh beragam faktor seperti perampasan tanah atau klaim lahan, tata ruang kawasan hutan yang belum beres, dan banyak lagi yang menjadi modus kejahatan korporasi. Walhi mencatat setidaknya terdapat 344 konflik agraria di perkebunan, pertambangan maupun kehutanan yang belum selesai sejak 2005 sampai sekarang.

“Belum lagi ada 400 desa yang masuk dalam kawasan hutan dan 72 desa berada di kawasan ijin perkebunan. Ini juga terminologinya salah, kawasan dan konsesi itu yang masuk ke wilayah masyarakat atau desa, mereka akhirnya terbatas aktivitasnya di lahan mereka sendiri,” ungkap Dimas.

Dimas menambahkan, beragam konflik itu juga berujung pada perlawanan dan perjuangan masyarakat yang sarat akan kriminalisasi bahkan intimidasi. “Lemahnya komitmen penegak hukum dan regulasi pemerintah yang tidak memihak ke masyarakat jadi masalah,” ungkap Dimas.

Senada dengan hal itu, menurut Merah Johansyah kondisi konflik kian diperparah di masa pandemi Covid-19. Pemerintah malah memberikan beragam insentif berupa kemudahan pajak ke perusahaan, mayoritas pertambangan, yang terus beroperasi di masa pandemi.

“Bahkan ada upaya pembungkaman hak demokrasi dan hak sipil atas penyampaian pendapat untuk mengamankan operasi pertambangan,” kata Merah.

Merah menambahkan, hukum yang ditegakkan pun menjadi sumir, karena di lapangan yang terjadi hanyalah penegakan hukum terhadap warga yang ironinya merupakan buah dari kejahatan korporasi.

“Warga mau tidak mau membuat siasat atau mencari celah dari undang-undang untuk menghadapi kriminalisasi bahkan intimidasi,” kata Merah.

Menurut Merah dalam situasi darurat karena wabah ini harusnya operasi pertambangan dan perkebunan juga harus dihentikan perusahaan sehingga tidak menimbulkan konflik baru. “Harus ada lockdown tambang, pembatasan sosial juga harus ada di sana,”ungkapnya.

Kejahatan korporasi tentunya berdampak buruk terhadap hak-hak perempuan. Menurut Siti Aminah, terkait konteks kejahatan korporasi Komnas Perempuan sering mendapatkan laporan di mana perempuan menjadi korban kekerasan juga korban intimidasi yang merupakan dampak dari konflik.

“Kami akan merujuk ke lembaga terdekat tetapi kami terus memantau sejauh mana pelayanan itu diberikan. Kami juga mendukung advokasi dalam bentuk pernyataan sikap,” kata Siti.

Siti mengungkapkan, dalam eksploitasi sumber daya alam, perempuan pun sangat berdampak sebagai penjaga ketahanan pangan keluarga. Akses mereka ke hutan yang sudah menjadi perkebunan atau pertambangan menjadi terbatas sehingga hal itu tentunya mengganggu ketahanan pangan.

Perlu ada penguatan jejaring di masyarakat dalam melakukan perjuangan. Masyarakat pun harus menyadari hak-hak mereka sehingga dalam proses konsolidasi bisa jauh lebih baik.

Di luar dari itu,perlu ada ekonomi alternatif selain eksploitasi sumber daya alam yang masif seperti perkebunan dan pertambangan. Apalagi bisnis perkebunan maupun pertambangan tidak menghormati alam.

Telah banyak telaah dan studi tentang pengingkaran atau bahkan kelalaian dilakukan oleh perusahaan. Tetapi pada faktanya masyarakat setempat yang lebih banyak menanggung akibat dari kelalaian yang dilakukan. Kejadian bencana alam dan perubahan iklim ekstrim saat ini terjadi sebagai andil dari kegiatan perusahaan yang berlangsung sejak dulu hingga saat ini.

***Selesai***