Catatan Perjalanan Awal Tahun

Klik Untuk Lebih Jelas : Catatan Perjalanan Awal Tahun
Klik Untuk Lebih Jelas : Catatan Perjalanan Awal Tahun
Klik Untuk Lebih Jelas : Catatan Perjalanan Awal Tahun
Klik Untuk Lebih Jelas : Catatan Perjalanan Awal Tahun

 

 

Mengawali bulan pertama di tahun 2019, Desa Kubung di kabupaten Lamandau menjadi destinasi pertama kami pada awal permulaan tahun. Dengan tujuan perjalanan untuk mendiskusikan tentang rencana pelatihan penyusunan dokumen Desa.

Memerlukan waktu kurang lebih 13 jam perjalanan untuk dapat sampai ke tempat tujuan sehingga rasa letih tak dapat terelakkan. Namun semua rasa lelah yang dirasakan terbayar ketika sampai di tempat tujuan. Udara segar serta hamparan bukit hijau begitu memanjakan mata, sangat cocok untuk melepas penat bagi yang merasa jenuh dengan pemandangan kota yang monoton.

Di awal tahun ini juga, buah durian turut menuai hasil yang memuaskan. Hampir setiap rumah di Desa Kubung menjajakan durian untuk memperoleh keuntungan dengan cara dijual kepada pengepul yang datang menggunakan mobil pick up.

Buah durian dikumpulkan pada malam hari. Istilah ini sering mereka sembut dengan 'menyandau'. Saat malam hari mereka akan berangkat menuju ladang untuk mengumpulkan buah durian dan akan kembali pada keesokan paginya. Tidak hanya durian, di Desa Kubung buah endemik khas Kalimantan juga mudah ditemui. Seperti Buah kapul, ramania, rambai dan lain-lain. Ini menjadi bukti jika alam di tempat itu memang terjaga dengan baik sampai saat ini.

Desa Kubung merupakan desa yang berbatasan langsung dengan provinsi Kalimantan Barat banyak didominasi oleh masyarakat suku Dayak Tomun. Desa ini memiliki alam yang kaya serta semangat masyarakat adat yang tinggi. Maraknya pembukaan lahan sawit oleh industri ekstraktif di sekitar area tersebut tak membuat masyarakat terlena untuk menyerahkan tanah mereka hanya demi secuil keuntungan.

Suku Dayak Tomun yang merupakan suku asli di sana lebih memilih untuk mempertahankan tanah mereka. Terbukti, hutan yang menjadi aset dalam menopang roda perekonomian masyarakat adat di tempat tersebut terjaga dengan baik. Bagi mereka, hutan menyediakan semua yang mereka perlukan asal mau berkerja keras. Tidak hanya hanya sekedar mengambil hasil alam, namun mereka juga menanam untuk terus menambah produktivitas yang mereka miliki.

Hutan bukan sekedar aset perekonomian namun juga menjadi jantung kehidupan bagi mereka. Ritual adat yang secara turun-menurun juga kerap kali mereka lakukan di dalam hutan sebagai bentuk ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil alam yang boleh mereka terima. Itu lah sebabnya, mengapa mereka begitu kokoh dalam mempertahankan 'aset' mereka dari berbagai industri ekstraktif yang ujung-ujungnya hanya akan menimbulkan dapak negatif bagi mereka serta lingkungan, karena mempertahankan hutan sama dengan menjaga kearifan lokal yang secara turun-menurun sudah mereka miliki.

 

(YA)